Minggu, 03 Juli 2011

Jurang Pemisah, Antara Prestasi dan Duplikasi

Perjalanan musik Indonesia tidak bisa dilepaskan dari nama musisi Yockie Soeryoprajogo. Sejumlah band besar pernah disinggahinya, sebut saja God Bless, Giant Step,  hingga Kantata Takwa. Gaya permainan keyboard-nya  membawa nuansa sendiri  bagi  sejumlah band yang pernah disambangi. Tidak sedikit  pula yang menyebut, Yockie sebagai arsitek musik Indonesia. Kemampuannya merajut gaya permainan musisi-musisi besar menjadi skill yang  patut dibanggakan  karena tidak dimiliki oleh kebanyakan musisi.

Rasa haus akan eksperimental musiknya membuat keasyikan sendiri dalam menapaki karir bermusiknya. Konon kabarnya, dengan sikap ini ada beberapa band yang disinggahi merasa tidak ”cocok” dengan Yockie.  Konsep musiknya   yang dibaur dalam keanekaragaman, misalkan  Pop, etnik-folk, Rock hingga gaya opera-nya menjadikan Yockie sebagai sosok yang selalu ”mencari”. ”Saya memang selalu dalam kegelisahan, seperti terus mencari dalam musik,” ujarnya dalam satu kesempatan konsernya di Hard Rock,  Jakarta lima tahun silam.

Tahun 1977 menjadi tahun bersejarah baginya, karena ditahun ini menjadi titik tolak karirnya bermusik yang kian melejit. Dimulai dengan digaetnya Yockie  menjadi personel band rock  tertua Indonesia God Bless, kemudian mencetak hit album pop legendaris ”Badai Pasti Berlalu” bersama Chrisye dan Eros Djarot. Pelopor dan music arranger dalam ajang Lomba Cipta Lagu Remaja. Ditahun yang sama pula dia melampiaskan ”kegelisahannya” dengan menggarap album solo bertajuk ”Jurang Pemisah”. Dialbum ini Yockie menggandeng Chrisye, James F Sundah, Ian Antono dan Teddy S.

Dalam album ini  peran musikal Yockie  tampak dominan. Gaya permainan Kibor, mulai dari yang simple hingga  yang eksploratif terdengar pada hampir semua lagu. Yockie sangat beruntung bisa mempersembahkan Chrisye sebagai Guest Star, pasalnya karakter dari lagu yang diciptakan Yockie memang pas dengan vokal Chrisye, misalkan dalam tembang ”Putri Malam”. Lagu dalam balutan gaya Pop namun bertempo slow, sukses dibawakan Chrisye. Dalam  tembang ”Dia”  karya Yockie dan Theodore, Chrisye juga membawakan dengan apik. Musik dibuat easy listening dengan paduan  melodi permainan gitar Ian Antono dan gaya permainan Yockie yang mirip dengan Jon Lord, keyboard dari band rock  Deep Purple.

Dialbum ini Yockie juga berusaha tampil sebagai vokalis yang membawakan karyanya sendiri, misalkan dalam  ”Gerutu- Menggerutu”, ”Dendam”, ”Harapan” dan ”Sirna”. Namun usaha maksimal Yockie  sepertinya kurang sukses, karena dalam beberapa lagu vokal Yockie terdengar tidak stabil dan  banyak vibrasi yang melenceng dari musiknya.

Gaya eksploratif Yockie yang mencoba ”mengawinkan” permainan  musik Rick Wakeman (Yes) dan Jon Lord (Deep Purple) dengan kombinasi musik daerah Indonesia seperti ”Gambang Suling”  sebagai intro album ini, juga cukilan tembang ”Ibu Pertiwi” dalam ”Jeritan Seberang” sepertinya kurang berhasil.  Yockie masih menyuguhkan kolaborasi itu dalam bentuk yang utuh, sehingga terkesan menduplikasi.

Namun yang patut dibanggakan, dalam album ini  Yockie berhasil mempersembahkan  ”misi”  dan ”kegelisahannya” dalam bermusik ke dalam sejumlah syair dan lirik yang kritis, puitis hingga romantis. Tidak hanya itu, proyek musikal dalam album ini menjadi bukti eksistensi Yockie dalam blantika musik Indonesia.  Dalam usianya yang relatif muda, Yockie lahir 14 September 1954, dan mampu melesat tahun 1977 (usianya 23 tahun), musisi ini menjadi bukti prestasi dan totalitas dalam usianya  yang tergolong muda.  Karir musik selanjutnya banyak terekam oleh kita, mulai dari God Bless, Chrisye,  Lomba Cipta Lagu Remaja, Penata Musik dalam banyak Film,  Kantata Takwa, Swami hingga Suket.

Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons