KETIKA kehormatan bersumber dari atribut dan keterkenalan, maka distansi antara kemuliaaan dengan kehinaan, hanya terpisahkan oleh selapis tabir yang teramat tipis. Kehormatan diri, hanya berjarak selangkah dengan kenistaan.
Mengapa jubah jabatan yang megah itu harus diperlakukan sehina tisu di tempat pembuangan? Bukankah seseorang yang sekerdil apapun, segera terangkat naik, saat menyandang seperangkat pakaian kebesaran? Kebodohan apa yang menggerakan seseorang untuk mendustakan pengaruh sepotong jubah yang sarat dengan kilau kemegahan? “Tanggalkan pakaian itu, dan keluarlah dari Istana ini,” perintah Sang Khalifah kemudian.
Tapi sangat banyak mereka yang percaya, bahwa kehormatan seseorang memang lebih terletak di atribut yang menutup tubuhnya, ketimbang di dalam tubuh yang ditutup atribut kemegahannya. Karena itu, saat kehilangan keterkenalan dan popularitas, seseorang bisa langsung dipandang telah kehilangan kemilau kemuliaan dan harga dirinya.
Siapapun yang berpikir bahwa dirinya masih terkanal dan popular dalam semua aspek, sesungguhnya masih tetap percaya, bahwa nilai diri seseorang ditentukan oleh pangkat, harta dan kedudukan. Karena itu, agar diri bisa lebih tampil di permukaan, maka pemburuan terhadap harta dan keterkenalan, menjadi kisah yang seolah tak pernah berpenghabisan.
Orang-orang yang seperti ini menurut Napoleon Bonaparte, tanpa sadar telah meletakan kemuliaan dirinya, hanya berjarak selangkah dengan kenistaannya.
Adakah musisi yang begitu?
0 komentar:
Posting Komentar